Tentang Prau, saya bukan mau bercerita bagaimana kami (saya dan suami) bertemu. Hanya saja tulisan ini sudah sempat saja janjikan lama, tetapi baru sempat saya tulis hari ini. Atau mungkin, bolehlah sedikit saya ceritakan bagaimana saya bertemu dengan masnya. Hehe…
Tanggal 31 Mei malam sekitar jam 7an, 2 hari setelah milad saya yang ke 24 tahun saya masih sibuk packing di kost. Janjian jam 9 di pool bus Sinar Jaya yang akan membawa saya dan teman-teman ke Wonosobo pun agak terhambat karena beberapa hal, salah satunya karena saya tidak berhasil menemukan head lamp dan belum beli kado seharga 10rb untuk tukaran kado nanti membuat saya terpaksa muter-muter dulu di pasar Mampang, Alhamdulillah dapet. Kado untuk apa? Kan pendakian ke Prau ini dalam rangka Miladnya Petualang 24 (P24) yang kedua, jadi di aturan mainnya setiap peserta yang ikut harus membawa kado. Alhamdulillahnya lagi saya tidak terlalu terlambat karena ada yang lebih terlambat dari saya. Hehe…
Beberapa orang dari hampir 30 orang yang ikut termasuk team dari Bandung, belum saya kenal termasuk masnya karena inilah pertama kalinya beliau join trip dengan P24 (diajak sama Mang Dadang dan terkenal dengan keluarga Dadang pada trip ini karena ada Dadang 1 – Dadang 5 kalau ga salah..)
Akhirnya bus jalan hampir jam setengah 11 malam. Berjalan lambat karena tersendat dibeberapa titik kemacetan sampai keesokan harinya dan karena memang jalannya lambat meskipun tidak sedang macet. Plan yang seharusnya sudah tiba di Dieng pagi, membuat kami harus bersabar hingga jam setengah 2 siang, maka tercetuslah dari salah satu teman kami bus ini jadi bus Sabar Aja. Itupun belum sampai pos melainkan disebuah pertigaan yang bisa mengistirahatkan kami sejenak karena kami harus berganti kendaraan. Disinilah kami ishoma sambil menunggu mini bus yang akan membawa kami melanjutkan perjalanan. Sekitar setengah jam kami istirahat disini.
Hambatan lainnya dijalan ada yang longsor sehingga kami harus berganti kendaraan lagi, dengan terlebih dulu menyebrang di 1 ruas jalan yang tersisa dengan berjalan kaki. Tidak terlalu jauh sebenarnya, tapi cukup memakan waktu diantara waktu kami yang sempit..
Sekitar jam 3 lewat, akhirnya kami tiba di pos pendakian Patak Banteng. Registrasi dan bersiap – siap. Seharusnya kami bertemu dengan team dari Bandung disini, tetapi karena kami terlambat terlalu lama maka mereka start treking duluan. Setelah semuanya siap, tidak lupa berdo’a dan berfoto bersama dan mulai pendakian. Perjalanan awal dimulai dengan melewati perkampungan warga, disusul dengan persawahan dan perkebunan yang memang menjadi pendapatan utama penduduk sekitar. Pemandangan alam yang begitu segar karena didominasi warna hijau. Belum lagi udaranya masih bersih… Ah, selalu menyenangkan. Saya seolah masih bisa merasakannya saat menulis ini..
Hari pun mulai temaram, berubah menjadi jingga dan keungu-unguan bersiap menenggelamkan sang surya, menggelapkan dunia… lalu terdengar Adzan membuat kami berhenti sejenak beristirahat sambil menyiapkan head lamp untuk perjalanan malam kami. Belum seberapa perjalanan yang kami lalui karena masih dikawasan pesawahan meski sudah terus menanjak… Setelah itu kami kembali berjalan. Semakin lama semakin curam tanjakan yang lalui, ngos-ngosan sehingga beberapa kali berhenti untuk sedikit melepas lelah. Belum lagi kami harus berebut oksigen dengan pepohonan yang ada di sana. Berjalan beriringan sambil mengobrol dengan rekan seperjalanan lebih asyik ketimbang berdiam diri, terlebih lagi karena pada saat itu yang berada disekitar saya orang – orang yang belum saya kenal sebelumnya, termasuk masnya (tapi saya lupa moment ini kalau bukan masnya yang bilang :D). Saling berbagi cerita tentang tempat – tempat yang pernah dikunjungi. Ah ya, saya ingat sedikit. Disinilah masnya bercerita tentang indahnya Rinjani, membuatnya meneteskan air mata pada saat tiba di puncaknya dan membuat saya ingin menginjakan kaki di puncaknya.
Sekitar jam 7an kami tiba di puncak dan langsung bahu membahu mendirikan tenda. Suhu cukup dingin, tapi masih sanggup bertahan tetap ada diluar. Salah satu dari kami mencari team Bandung agar bergabung, karena ternyata lokasinya agak sedikit berbeda. Setelah tenda berdiri, kami bersih – bersih, berbenah dan kelaparan. Hehe.. Alhamdulillah sudah beli makanan dulu dibawah. Tapi karena 1 tenda berempat hanya 2 bungkus nasi, ya tetep mampir – mampir ke tenda lain untuk icip-icip. Hehe…
Malamnya kami menikmati api unggun, sebagian masih ada yang sibuk berbenah, makan dan ngobrol dengan teman yang lain. Malam itu dingin dan berkabut, bintang – bintang sebentar muncul, sebentar kemudian hilang tertutup kabut. Tapi tentu saja tidak membuat kami para pecinta foto untuk berdiam diri. Inilah saat yang saya tunggu – tunggu untuk belajar foto malam. Tapi ternyata tidak lama, setelah itu saya menikmati malam dengan mengistirahatkan diri di tenda. Tidur adalah pilihan yang tepat menurut saya pada saat itu…
Bintang malam
Sambungannya disini ya…
Sampai bertemu dipart yang kedua..
suka sama dua foto terakhir….. keren
itu pertama kalinya megang DSLR, tripod pinjeman. Karena gantian jadinya disimpan diatas tasnya. Susah susah gampang foto slowspeed itu..
Terima kasih mas…
saya donk, nggak pernah megang DSLR
😀
mau saya pinjemin megang mas? hehe…
pengen sih. tapi takut rusak 😀
Kan pegang aja… 😀
ya kalau pas saya pegang terlepas dan jatuh… kan jadi rusak.
beneran takut megang kamera begituan
Ah, itu kelihatannya aja serem, keker, mahal…
Tapi memang bener sih 😀
Tapi mesti sekali-kali dicoba biar ga penasaran mas..
Mira pernah disuruh motoin pake DSLR padahal belum punya.. ngerti ga ngerti deh… iya aja 😀
atau bisa juga takut…. karena begitu megang, nyoba, ketagihan… dan pengen beli 😀
hehe… nah, itu tantangan terberatnya..
oke deh…. kapan2 kasihin ke saya biar saya pegang 😀
Siap 🙂
kalian lewat SMP 1 itu? jalan yang sama waktu kita pulang?
Beda jalur sama pulang. Jalur berangkat itu lewat Patakbanteng…
hoo..berarti sama dengan bdg 😀
Prau itu sesuatu ya..hahaha..banyak hal menarik di sana..
Iya, sesuatu banget…
Mana kira dari situ mulainya. Hehe…
Ah, misteri Nu Agung… ga akan bisa ditebak…
Hayoo… jangan2 nina ada sesuatu juga nih di prau? #kedip2…
hahah..iyaaa..adaa..ketemu kaliaaan..:p
^_^
Aku bakal sabar nunggu cerita kamu sama masmu kok Mir hehehe…
hahaha… cerita yang mana mba deva? kan sudah diceritakan pas dirumahnya mamih itha tea…
Mungkin…cerita setelah menikah #eh 😛
hmm… apa ya yang mau diceritakan. Menikah itu tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata mba dev. hehe…
Sejauh ini menyenangkan. Semoga sampai nantipun begitu.. 🙂
tapi saya lupa moment ini kalau bukan masnya yang bilang –> ck ck ck
hehe… yang Rinjani itu juga sebenernya ga ngeh kalau yang cerita masnya. Cuma karena sekarang ini suka ngajak ke Rinjani, jadi keinget: “Oo.. yang cerita waktu itu masnya toh” –> dalam hati 😀
Lagian dimalam gelap seperti itu ga nampak orang – orangnya say.. 🙂
Dasar hahaha
Ternyata kami sudah jalan bareng dari awal bertemu… 🙂
Ya ya ya
Maaf ya ukh kalau udah bikin jealous… 😦
Entahlah. Wakakakakak
Segera… Aamiin..
mantap
Terima kasih mba… 🙂
next year 🙂
Semoga tidak ada halangan dan dapat cerah.. 🙂
Hehe.. Itu ya mir kalo jodoh itu ada ajah jalannya dan in shaa Allah mudah.. I believe that.. ^^
Smoga temen2 APWA yang belum bisa segera menyusul ya.. Doakan kami yahh.. 🙂
Skali lagi “barakallahu lakuma wa baraka alaikumaa wa jaama’a bainakuma fii khaiiir” miraaakuu…
Jadi inget perjalanan outbond apwa menuju mega mendung.. hehe.. eh sekarang udah jadi nyonya eh telatnya calon ibu. ^^
Aamiin… mudah2an segera menyusul ya mba…
Untuk teman2 APWA juga…
Jazakillah khoir do’anya…
Iya, ga kerasa, perasaan baru kemarin..